SKB 5 Menteri Fokus Kelola Distribusi Guru

SKB 5 Menteri Fokus Kelola Distribusi Guru

JAKARTA - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan M Nuh kembali mengungkapkan, ditandatanganinya Suat Keputusan Bersama (SKB) lima menteri pekan lalu adalah untuk meningkatkan mutu pendidikan di seluruh Indonesia.

Ia mengatakan, ruh yang terdapat dalam SKB lima menteri itu adalah untuk menarik seluruh urusan tata kelola guru yang tahun ini ditangani oleh pemerintah kabupaten/kota kembali menjadi wewenang pemerintah provinsi dan pusat.

Seperti diberitakan, SKB lima menteri ditandatangani oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokras, Menteri Dalam Negeri, Menteri Keuangan, dan Menteri Agama.

"Inti dari SKB itu adalah soal distribusi guru. Jadi kalau ada kelebihan atau kekurangan guru di tingkat provinsi, maka gubernur punya kewenangan untuk mendistribusi guru antarkabupaten," tegas Nuh, seusai membuka lokakarya tentang "Desentralisasi Pendidikan" dengan tema "Problematika, Prospek, dan Tantangan Masa Depan", Senin (28/11/2011), di Gedung Kemdikbud, Jakarta.

Ia menjelaskan, melalui SKB tersebut nantinya akan diatur mengenai distribusi guru dari tingkat yang terkecil. Tingkat kabupaten/kota akan ditangani oleh pemerintah provinsi, dan jika memang harus dilakukan distribusi antarprovinsi, maka pemerintah pusat memiliki wewenang untuk melakukannya.

"Kewenangan provinsi hanya untuk mutasi antarkabupaten. Distribusi lintas provinsi tidak mungkin diselesaikan oleh provinsi. Maka itu ada SKB ini, karena harus ditarik ke pusat," jelasnya.

Distribusi guru lemah

Nuh mengakui, persoalan distribusi guru memang selalu menuai kendala. Untuk itu, melalui SKB ini, Nuh meyakini distribusi guru akan merata secara nasional dengan biaya yang relatif lebih hemat.

Ia mengungkapkan, saat ini secara nasional Indonesia masih kekurangan ratusan ribu guru. Kekurangan itu, menurutnya, bukan karena tidak tersedianya tenaga guru, tetapi lebih kepada tata kelola distribusi guru yang belum optimal. Maka, ia menilai, lebih baik dilakukan optimalisasi jumlah guru untuk didistribusikan secara nasional daripada mengangkat guru baru.

"Mengapa harus menambah 300 ribu guru, jika bisa dioptimalkan melalui distribusi yang merata," ungkapnya.

Mengenai pelaksanaannya, SKB tersebut menerapkan prinsip sukarela. SKB ini memungkinkan mobilitas guru menjadi meningkat, khususnya ketika ingin memenuhi syarat minimal 24 jam mengajar dalam seminggu untuk mendapatkan tunjangan profesi.

"Jika ada guru yang tidak memenuhi waktu mengajar 24 jam saya rasa distribusi di daerah itu belum optimal. Daripada tidak dapat tunjangan, lebih baik kan pindah," kata dia.

(sumber: www.kompas.com, Selasa, 29 November 2011)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar